Dewasa
ini perhatian terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan pelanggan telah semakin
besar. Semakin banyak pihak yang menaruh perhatian terhadap hal ini. Pihak yang
paling banyak berhubungan langsung dengan kepuasan/ketidak puasan
pelanggan adalah pemasar, konsumen, konsumerisme, dan peneliti perilaku
konsumen.
Persaingan
yang semakin ketat, di mana semakin banyak produsen yang terlibat dalam
pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, menyebabkan setiap perusahaan harus
menempatkan orientasi pada kepuasan pelanggan sebagai tujuan utama.
Hal
ini tercermin dari semakin banyaknya perusahaan yang menyertakan komitmennya
terhadap kepuasan pelanggan dalam pernyataan misinya, iklan, maupun public
relations release. Dewasa ini semakin diyakini bahwa kunci utama untuk
memenangkan persaingan adalah memberikan nilai dan kepuasan kepada pelanggan
melalui penyampaian produk dan jasa berkualitas dengan harga bersaing.
Dengan
semakin banyaknya produsen yang menawarkan produk dan jasa, maka konsumen
memiliki pilihan semakin banyak. Dengan demikian kekuatan tawar menawar
konsumen semakin besar, terutama aspek keamanan dalam pemakaian barang atau
jasa tertentu.
Kini
mulai banyak muncul aktivitas-aktivitas kaum konsumeris yang memperjuangkan hak
konsumen, etika bisnis, serta kesadaran dan kecintaan akan lingkungan. Para
peneliti perilaku konsumen juga semakin banyak yang tertarik dan menekuni topik
kepuasan pelanggan dalam rangka mengupayakan pemecahan yang maksimum dari
pemenuhan kepuasan pelanggan.
Menurut
Schnaars (1991), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk
menciptakan para pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan
dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya hubungan antara perusahaan dan
pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang
dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut
ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan (Tjiptono,
1994).
Ada
beberapa pakar yang memberikan definisi mengenaI kepuasan/ketidakpuasan
pelanggan:
1. Day (dalam Tse dan
Wilton, 1988) menyatakan bahwa kepuasan/ketidakpuasan pelanggan adalah respon
pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang
dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja
aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.
2. Wilkie (1990)
mendefinisikan sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap
pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa.
3. Engel, et al., (1996)
menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana
alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan
pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak
memenuhi harapan.
4.
Kotler,
et al., (1996) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan
dibandingkan dengan harapannya.
Dari
berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya
pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja
atau hasil yang dirasakan. Pengertian ini didasarkan pada disconfirmation
paradigm dari Oliver (dalam Engel, et al., 1990; Pawitra, 1993).
Meskipun
umumnya definisi yang diberikan di atas menitikberatkan pada
kepuasan/ketidakpuasan terhadap produk atau jasa, pengertian tersebut juga
dapat diterapkan dalam penilaian kepuasan/ketidakpuasan terhadap suatu
perusahaan tertentu karena keduanya berkaitan erat (Peterson dan Wilson, 1992;
Pawitra, 1993).