Bentuk-bentuk pengendalian sosial tersebut
antara lain berapa teguran, lewat pendidikan dan hukuman. Agar hal tersebut
jelas, ikutilah uraian berikut ini:
1) Teguran
atau peringatan
Bila dalam suatu masyarakat terdapat ketegangan
atau pelanggaran sosial atau hal-hal yang tidak wajar maka pemerintah atau
tokoh masyarakat, kepala suku/adat berusaha mengendalikan atau mencari siapa
pelakunya dan faktor penyebabnya. Jika pelaku dan faktor penyebabnya sudah
jelas, lantas diadakan pendekatan. Pelaku dipanggil menghadap pemerintah
(lurah/camat, kepala adat) untuk diberi teguran atau peringatan.
Teguran atau peringatan sebaiknya tidak
dilakukan secara spontan di tempat kejadian apalagi di depan umum. Sebab pelaku
saat itu emosinya masih hangat, akibatnya makin besar dan mungkin timbul
perlawanan atau kekacauan. Teguran diberikan secara perlahan dalam bentuk
bimbingan perseorangan atau kelompok, bila perlu bukan pelaku yang dipanggil,
melainkan kita yang datang mengunjunginya.
2) Pendidikan
Jika pelaku atau pelanggar sosial masih
remaja dan jumlahnya sedikit, mereka dapat diberi nasehat yang sifatnya
mendidik dengan memberikan contoh-contoh yang berguna atau cerita yang
mengandung nasehat. Akan tetapi bila pelaku sudah dewasa dan jumlahnya banyak,
lebih tepat diadakan pendidikan informal, misalnya dalam bentuk bimbingan
penyuluhan. Cara ini lebih efektif, sebab mungkin saja sumber ketegangan itu
karena mereka tidak tahu tentang sesuatu hal. Untuk pencegahan perlu ditanamkan
pengetahuan tentang adat istiadat daerah sendiri maupun daerah lain. Sejak
kecil anak perlu diberi pelajaran tentang budi pekerti, hingga setelah dewasa
tidak bertindak ceroboh dan akan menghargai adat istiadat, nilai dan norma yang
ada dan berlaku dalam masyarakat.
3) Hukuman
Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib
masyarakat secara damai dan adil. Hukuman adalah suatu balasan dan hukuman
harus dapat membuat orang takut berbuat jahat. Hukuman bagi pelanggar adat
istiadat atau nilai sosial diberikan oleh kepala desa, kepala suku, pemuka
agama, pemuka masyarakat. Hukuman dilaksanakan di muka umum dengan tujuan agar
orang lain menghindari hukuman tersebut atau menaati adat istiadat. Contohnya:
diasingkan dari pergaulan dan lain-lain. Hukuman seperti itu merupakan salah
satu bentuk pengendalian sosial.
b. Sifat-Sifat
Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial dapat bersifat preventif,
represif, dan gabungan antara preventif dan represif. Agar jelasnya, ikutilah
uraian berikut:
1)
Preventif
Pengendalian sosial yang bersifat preventif,
yaitu usaha yang dilakukan sebelum terjadi pelanggaran. Tujuannya untuk
mencegah terjadinya pelanggaran. Contoh: Mengadakan siskamling, satpam,
pemasangan rambu-rambu lalu lintas, himbauan pemakaian sabuk pengaman dan
lain-lain.
2)
Represif
Pengendalian represif adalah usaha yang
dilakukan setelah suatu peristiwa terjadi. Dengan cara mengambil tindakan dan
menjatuhi hukuman bagi pelakunya, agar sadar kesalahannya. Contoh: Mencari dan
menangkap pelakunya dan diberi sanksi/hukuman yang setimpal
3)
Gabungan antara preventif dan represif
Adalah usaha mencegah terjadinya
penyimpangan, sekaligus mengatasi kalau terjadi penyimpangan sehingga tidak
merugikan diri sendiri maupun orang lain. Contoh: Pemberian nasehat
(peringatan) agar tidak melanggar, dan pemberian hukuman setelah terjadi
pelanggaran.
Preventif, represif, dan gabungan antara
keduanya dapat dilaksanakan secara:
a) persuasif: mengajak dan membimbing,
b) cara ancaman (kekerasan) atau hukuman.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa inti dari pengendalian sosial adalah: mendidik, mengajak, dan memaksa
warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma sosial.
a.
Mendidik dimaksudkan agar dalam diri
seseorang terdapat perubahan dan tingkah laku untuk bertindak sesuai
norma-norma. Sikap dan tindakan ini diperoleh dari pendidikan formal dan
nonformal serta informal. Mengajak tujuannya mengarahkan agar perbuatan
seseorang didasarkan pada norma-norma dan bukan menurut kemauan sendiri/
individu.
b.
Memaksa tujuannya mempengaruhi secara tegas
agar seseorang bertindak sesuai norma atau kaidah. Bila tidak menaati norma
atau kaidah ia akan dikenakan sanksi.
Di samping usaha-usaha yang bersifat resmi
(formal) perlu ditempuh cara lain dengan memafaatkan potensi yang dimiliki
masing-masing anggota masyarakat secara optimal. Misalnya melalui bidang
olahraga, musik, agama, dan berbagai keterampilan lainnya. Selanjutnya memberi
kesempatan pada mereka untuk mengembangkan bakat dan keterampilan melaluijalan
yangtepat. Contoh: LKIR (Lomba Karya Ilmiah Remaja), LPIR (Lomba Penelitian
Ilmiah Remaja), dll.