Setelah mengetahui dan mendengar tentang
peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia, maka penduduk di seluruh penjuru
wilayah Indonesia secara spontan dan gembira mendukung proklamasi kemerdekaan
Indonesia.
1. Aksi
perjuangan rakyat Jakarta
Dengan merampas beberapa pucuk senjata milik
Jepang, bambu runcing, senjata tajam lainnya, rakyat Jakarta menyerbu
tempat-tempat penting yang masih diduduki Jepang. Johar Nur memimpin para
pemuda mengambil alih kereta api pada tanggal 3 September 1945. Jawatan Radio
dikuasai Republik Indonesia pada tanggal 11 September 1945. Para pemuda
melakukan aksi corat-coret, menuliskan semboyan-semboyan perjuangan di
tembok-tembok, kereta api, trem. Semboyan tersebut antara lain: “Merdeka atau
mati, “Sekali Merdeka tetap merdeka”.
2. Rapat
raksasa di lapangan Ikada (19 September 1945)
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia
dikumandangkan tanggal 17 Agustus 1945, pada 19 September 1945, para pemuda
Jakarta dipelopori oleh Komite Van Aksi Menteng 31 merencanakan menggerakkan
massa dalam suatu rapat raksasa di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta)
dengan tujuan agar Presiden Sukarno berbicara langsung di hadapan rakyat.
Lapangan Ikada terletak di bagian selatan Lapangan Monas (Monumen Nasional)
sekarang. Penjagaan tentara Jepang sangat ketat, tetapi tidak menggoyahkan
rakyat untuk menghadirinya. Presiden Sukarno tidak jadi berpidato dan hanya
menyampaikan beberapa pesan singkat, antara lain meminta rakyat supaya percaya
pada pemimpin dan pulang dengan tenang.
Makna dari rapat raksasa di Lapangan Ikada:
a. Berhasil mempertemukan pemerintah RI
dengan rakyatnya.
b. Perwujudan kewibawaan pemerintah RI di
hadapan rakyat.
c. Berhasil menggugah kepercayaan rakyat akan
kekuatan bangsaIndonesia sendiri.
3. Insiden
bendera di Surabaya
Pada hari yang sama, ialah tanggal 19
September 1945 di Surabaya terjadi suatu peristiwa yang kemudian terkenal
dengan sebutan “Insiden Bendera”. Insiden Bendera terjadi karena tindakan
beberapa orang Belanda yang mengibarkan bendera Belanda (Merah Putih Biru) pada
tiang di atas Hotel Yamato, Tunjungan. Tindakan tersebut menimbulkan kemarahan
rakyat Surabaya, yang kemudian menyerbu Hotel Yamato untuk menu-runkan bendara
Belanda tersebut dan merobek yang berwarna biru. Kemudian menaikkan nya kembali
sebagai bendera Merah Putih.
4. Pernyataan
dukungan Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Pernyataan Sri Sultan Hamengkubuwono IX
berbunyi sebagai berikut:
a.
Bahwa Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat yang
bersifat kerajaan adalah Daerah Istimewa dari negara republik Indonesia.
b.
Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang
segala kekuasaan dalam Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat, dan oleh karena itu
berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintah dalam Negeri
Ngayogyakarta Hadiningrat mulai saat ini berada di tangan kami dan kekuasaankekuasaan
lainnya kami pegang seluruhnya.
c.
Bahwa perhubungan antara Negeri Ngayogyakarta
Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia bersifat langsung
dan kami bertanggung jawab atas Negeri kami langsung kepada Presiden Republik
Indonesia.
Kami memerintahkan supaya segenap penduduk
dalam Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat mengindahkan amanat kami ini.
Ngayogyakarta Hadiningrat, 28 Puasa, Ehe, 1876 (5 September 1945)
Hamengkubuwono IX
Peristiwa itu diikuti oleh daerah-daerah
swapraja lainnya, seperti Kasunanan Surakarta, Mangkunegaran, dan Cirebon.
5.
Dukungan rakyat Aceh
Aceh sejak dahulu merupakan daerah yang gigih
menentang penjajah Belanda. Berita proklamasi kemerdekaan disambut gembira oleh
rakyat Aceh. Pemuda Syamaun Gaharu dan Teuku Nyak Arif membentuk barisan pemuda
yang kuat, kelak nanti inilah yang menjadi inti TKR di Aceh. Mereka melucuti
senjata tentara Jepang yang berada di Aceh.
6.
Pertempuran Lima Hari di Semarang (14–19 Oktober 1945)
Sebab terjadinya peristiwa ialah adanya
desas-desus, bahwa Jepang akan meracuni sumber air minum di daerah Candi. dr.
Karyadi (Kepala Laboratorium Pusat Rumah Sakit Semarang) kemudian mengadakan
penelitian. Pada saat sedang memeriksa, dr. Karyadi ditembak oleh tentara
Jepang. Hal ini menimbulkan kemarahan para pemuda, dan bangkit melawan Jepang.
Untuk mengenang peristiwa tersebut, dibangun Monumen Tugu Muda. Nama dr.
Karyadi diabadikan sebagai nama rumah sakit.
7.
Peristiwa merah putih di Minahasa (14 Februari 1946)
Latar belakang terjadinya peristiwa ini
adalah pasukan Sekutu melarang rakyat Minahasa untuk mengibarkan bendera Merah
Putih. Di bawah pimpinan C.H. Taulu, rakyat Minahasa bertempur melawan Sekutu,
dan berhasil mempertahankan Merah Putih.
8.
Peringatan setahun Proklamasi Kemerdekaan
Untuk memperingati setahun Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, rakyat Jakarta mendirikan Tugu Proklamasi di halaman
gedung di Jl. Pegangsaan Timur 56 atas prakarsa para Wanita Republiken. Tugu
tersebut diresmikan oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir.