Terdapat
lima konsep yang dapat dipilih organisasi atau perusahaan untuk melaksanakan
kegiatan pemasaran, diantaranya adalah konsep produksi, konsep produk, konsep
menjual/penjualan, konsep pemasaran, dan konsep pemasaran berwawasan sosial.
1.
Konsep Produksi
Konsep
produksi merupakan salah satu konsep tertua dalam bisnis. Konsep produksi
menyatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang tersedia di banyak tempat
dan murah harganya. Manajer organisasi yang berorientasi produksi memusatkan
perhatian pada usaha-usaha untuk mencapai efisiensi produksi yang tinggi dan
distribusi yang luas.
Asumsi
bahwa konsumen terutama tertarik pada kemudahan mendapatkan produk dan harga
yang rendah berlaku paling tidak dalam dua situasi.
Pertama
adalah jika permintaan atas produk melebihi penawaran, seperti yang ada di
Negara berkembang. Dalam situsi ini, konsumen lebih tertarik untuk mendapatkan
produk daripada keistimewaan produk tersebut, dan pemasok akan memusatkan
perhatian pada usaha untuk menigkatkan produksi.
Situasi
kedua adalah ketika biaya produksi tinggi dan harus diturunkan untuk memperluas
pasar. Beberapa organisasi jasa juga menerapkan konsep produksi. Banyak praktek
dokter dan dokter gigi dikelola dengan prinsip lini perakitan, seperti juga
beberapa agen pemerintah (seperti kantor tenaga kerja dan biro lisensi).
Memang, orientasi manejemen ini dapat manangani banyak kasus perjam, namun
konsep ini sering dituding tidak ramah dan memberikan pelayanan yang buruk.
2.
Konsep Produk
Konsep
produk menyatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang menawarkan mutu,
kinerja dan pelengkap inovatif yang terbaik. Manajer dalam organisasi
berorientasi produk memusatkan perhatian mereka pada usaha untuk menghasilkan
produk yang unggul dan terus menyempurnakannya.
Berdasarkan
konsep ini, manajer mengasumsikan bahwa pembeli menghargai produk yang dibuat
dengan baik dan mereka dapat menilai kualitas dan kinerja suatu produk.
Perusahaan yang berorientasi produk sering merancang produk mereka dengan
sedikit atau tanpa masukan dari pelanggan. Mereka yakin bahwa insinyur mereka
tahu bagaimana merancang dan menyempurnakan produk mereka dan bahkan mereka
tidak menganalisis produk pesaing.
Konsep
produk mengarahkan pada myopia pemasaran, sebagaimana yang telah kita bicarakan
pada awal bab ini. Manajemen kereta api berpendapat bahwa pengguna kereta api
menginginkan kereta api, bukanlah tranportasi, dan memandang enteng tantangan
dari pesawat udara, bus dan mobil. Pabrik mistar geser berpendapat bahwa
insinyur menginginkan mister geser, bukan kemampuan menghitung dan memandang
enteng tantangan kalkulator saku.
Toserba
dan kantor pos mengasumsikan bahwa mereka menyediakan produk yang tepat bagi
masyarakat dan heran mengapa penjualan mereka tersendat -sendat.
Organisasi-organisasi ini terlalu sering melihat ke dalam cermin saat mereka
seharusnya melihat keluar jendela.
3.
Konsep Menjual/Penjualan
Konsep
menjual menyatakan bahwa konsumen, jika diabaikan, biasanya tidak akan membeli
produk orgainisasi dalam jumlah yang cukup. Karena itu, organisasi harus
melakukan usaha penjualan dan promosi yang agresif.
Konsep
ini mengasumsikan bahwa konsumen malas atau enggan melakukan pembelian dan
untuk itu harus didorong. Juga diasumsikan bahwa perusahaan memiliki cara
penjualan dan peralatan promosi yang efektif untuk merangsang lebih banyak
pembelian.
Konsep
menjual paling banyak dianut untuk barang yang tidak dicari, yaitu
barang-barang yang biasanya tidak terpikirkan oleh pembeli untuk dibeli, seperti
asuransi, ensiklopedi, dan tanah pemakaman. Industri-industri ini telah
menyempurnakan berbagai teknik penjualan untuk menemukan calon pembeli dan
berusaha keras menjual keunggulan produk mereka.
Konsep
menjual juga dipakai dalam organisasi nirlaba oleh pengumpul dana, bagian
penerimaan mahasiswa dan partai politik. Suatu partai politik akan
"menjual" calonnya dengan gencar. Sang calon berkeliling ke daerah
pemilihan dari pagi sampai sore, bersalaman, mencium bayi, bertemu dengan
penyandang dana dan berpidato. Sangat banyak uang yang dikeluarkan untuk iklan
di radio dan televisi, poster, dan surat.
Kelemahan
calon ditutup-tutupi, karena tujuannya melakukan penjualan bukannya keputusan
setelah penjualan. Setelah pemilihan umum, pejabat baru tersebut terus menganut
orientasi penjualan dalam menghadapi warganya. Sedikit sekali riset yang
dilakukan mengenai apa yang di inginkan masyarakat dan banyak penjualan yang
dilakukan untuk membuat masyarakat menerima kebijakan yang di inginkan politisi
atau partai tersebut.
Kebanyakan
perusahaan menganut konsep menjual ini jika mereka kelebihan kapasitas. Tujuan
mereka adalah menjual apa yang mereka hasilkan, bukannya membuat apa yang pasar
inginkan. Dalam perekonomian industrial (yaitu, pembeli lebih dominan) dan
penjual harus berjuang keras untuk mendapatkan pelanggan.
Calon
pembeli diberondong dengan iklan televisi, iklan di surat kabar, iklan melalui
surat dan penjualan melalui telepon. Di setiap tempat, seseorang sedang
berusaha menjual sesuatu. Akibatnnya, masyarakat sering mengidentifikasi
pemasaran dengan usaha keras penjualan dan periklanan.
Karena
itu, banyak orang terkejut saat mereka diberitahu bahwa bagian terpenting dalam
pemasaran bukanlah menjual. Menjual hanyalah puncak dari gunung es pemasaran.
Peter Drucker, salah seorang ahli manajemen terkemuka, menyatakan :
Seseorang
dapat mengasumsikan bahwa penjualan selalu tetap dibutuhkan. Namun, tujuan
pemasaran adalah membuat kegiatan menjual berjalan lancar. Tujuan pemasaran
adalah mengetahui dan memahami para pelanggan dengan baik sehingga produk atau
jasa yang dihasilkan perusahaan cocok dengan mereka dan dapat terjual dengan
sendirinya. Idealnya, pemasaran harus menghasilkan pelanggan yang siap untuk
membeli. Sehingga yang tinggal hanyalah bagaimana membuat produk atau jasa
tersebut tersedia…
Ketika
Sony merancang Walkman, ketika Nitendo merancang permainan video yang unggul,
dan ketika Toyota memperkenalkan mobil Lexusnya, pabrikan-pabrikan ini
kebanjiran pesanan karena mereka telah merancang produk yang "tepat".
Berdasarkan pekerjaan rumah pemasaran yang teliti.
Memang,
pemasaran berdasarkan penjualan yang keras memiliki resiko yang tinggi.
Pandangan ini mengasumsikan bahwa pelanggan yang berhasil dibujuk untuk
melakukan pembelian suatu produk akan menyukainya dan jika mereka tidak
menyukainya, mereka tidak akan menjelek-jelekkannya atau mengajukan keluhan
pada organisasi konsumen.
Dan
mereka mungkin akan melupakan ketidakpuasan mereka dan membeli kembali produk
tersebut. Asumsi ini tidak beralasan. Suatu studi menunjukkan bahwa pelanggan
yang tidak puas akan menjelek-jelekkan produk yang bersangkutan kepada sepuluh
atau lebih kenalannya, kabar buruk menyebar dengan cepat.
4.
Konsep Pemasaran
Konsep
pemasaran adalah falsafah bisnis yang menentang tiga konsep diatas. Pemikiran
dasarnya terwujud pada pertengahan tahun 1950-an. Konsep pemasaran menyatakan
bahwa kunci untuk meraih tujuan organisasi adalah menjadi lebih efektif
daripada para pesaing dalam memadukan kegiatan pemasaran guna menetapkan dan
memuaskan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran.
Konsep
menjual atau penjualan memusatkan perhatian pada kebutuhan penjual, konsep
pemasaran pada kebutuhan pembeli. Konsep menjual/penjualan sibuk dengan
kebutuhan penjual untuk mengubah produknya untuk menjadi uang tunai; konsep
pemasaran sibuk dengan gagasan untuk memuaskan kebutuhan pelanggan melalui
produk dan segala sesuatu yang berkaitan dengan penciptaan, pertukaran,
pengiriman,dan akhirnya pengkonsumsian produk tersebut.
Konsep
pemasaran bersandar pada empat pilar yaitu pasar sasaran, kebutuhan pelanggan,
pemasaran terpadu dan profitabilitas.
Konsep
menjual menganut pandangan dari dalam keluar. Konsep ini dimulai dari pabrik,
memusatkan perhatian pada produk perusahaan yang ada, dan menuntut penjualan
dan promosi yang gencar untuk menghasilkan penjualan yang mendatangkan laba.
Konsep
pemasaran menganut pandangan dari luar ke dalam. Ia memulai dengan pasar yang
didefinisikan dengan baik, memusatkan perhatian pada kebutuhan pelanggan,
memadukan semua kegiatan yang akan mempengaruhi pelanggan dan menghasilkan laba
melalui pemusatan pelanggan.
5.
Konsep Pemasaran Berwawasan Sosial
Dalam
tahun-tahun belakangan ini, beberapa orang mempertanyakan apakah konsep
pemasaran merupakan falsafah yang tepat dalam era perusakan lingkungan hidup,
keterbatasan sumber daya, ledakan jumlah penduduk, kelaparan dan kemiskinan
dunia, dan pengabaian pelayanan sosial.
Perlukah
perusahaan yang telah melaksanakan tugas memuaskan keinginan konsumen dengan
sangat baik untuk beroperasi bagi kepentingan jangka panjang konsumen dan
masyarakat?
Konsep
pemasaran mengesampingkan pertentangan potensial antara keinginan konsumen dan
kesejahteraan sosial jangka panjang.
Keadaan
ini memerlukan konsep baru yang memperluas konsep pemasaran. Beberapa konsep
yang diusulkan adalah "pemasaran berkemanusiaan" dan "pemasaran
sadar lingkungan hidup". Kemudian yang terakhir adalah konsep pemasaran
berwawasan sosial.
Konsep
pemasaran berwawasan sosial menyatakan bahwa tugas organisasi adalah menentukan
kebutuhan, keinginan, dan kepentingan pasar sasaran serta memberikan kepuasan
yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien daripada pesaing dengan
mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraaan konsumen dan masyarakat.
Konsep
berwawasan sosial mengajak pemasar membangun pertimbangan sosial dan etika
dalam praktek pemasaran mereka. Mereka harus menyeimbangkan dan menyelaraskan
tiga faktor yang sering menjadi pertikaian yaitu laba perusahaan, pemuasan
keinginan konsumen, kepentingan publik. Sejumlah perusahaan telah mencapai
penjualan dan laba yang mengesankan dengan menerima dan menerapkan konsep
pemasaran berwawasan sosial.