Pecahnya perang Diponegoro dilatarbekangi
banyak persoalan. Sebab umum pecahnya perang Diponegoro yakni:
a.
Rakyat sangat menderita, kecewa, dan putus
asa, karena dibebani berbagai macam pajak. Antara lain pajak kepala, pajak
pasar, pajak perdagangan, pajak ternak, dan pajak menuai padi. Sementara rakyat
masih disuruh kerja paksa (rodi) untuk kepentingan Belanda.
b.
Wilayah Mataram semakin sempit, sehingga
menimbulkan kekecewaan raja dan kalangan istana.
c.
Belanda ikut campur tangan urusan pemerintah
Mataram, seperti pemerintah Hindia Belanda melarang para bangsawan menyewakan
tanahnya kepada para pengusaha perkebunan swasta asing lainnya.
d.
Para bangsawan dan para ulama kecewa karena
peradaban Barat yang bertentangan dengan ajaran agama Islam mulai masuk ke
istana.
Sejarah Indonesiamulai menancapkan
tonggak-tonggak untuk membuat jalan dan Dunia Yogyakarta-Magelang. Jalan yang
akan dibuat itu melalui makam leluhur keluarga Pangeran Diponegoro di
Tegalrejo. Pembuatannya pun tanpa izin terlebih dahulu kepada keluarga Pangeran
Diponegoro. Kemudian Residen Smissaert, meminta Pangeran Mangkubumi untuk memanggil Pangeran Diponegoro. Tentu
saja Pangeran Diponegoro menolak panggilan tersebut. Bahkan Pangeran Mangkubumi
sendiri kemudian memihak kepada Pangeran Diponegoro. Penolakan Pangeran
Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi tersebut, membuat Belanda marah. Tanggal 20
Juli 1825, pasukan Belanda menyerbu tempat tinggal Pangeran Diponegoro di
Tegalrejo. Inilah awal pecahnya Perang Diponegoro. Kronologi perang Diponegoro,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.
Pusat kedudukan pasukan Diponegoro berawal di
Selarong. Secara serentak pasukannya menyerang kedudukan Belanda di berbagai
kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan cara bergerilya.
b.
Untuk menghadapi perlawanan pasukan
Diponegoro, Gubernur Jenderal Van der Capellen menugaskan Letjen. HM de Kock
dengan siasat Benteng Stelsel.
c.
Pasukan Diponegoro berangsur-angsur terdesak
setelah Kyai Maja menyerah pada tahun 1827, disusul Sentot Ali Basyah setahun
kemudian.
d.
Pada tanggal 23 Maret 1828, Diponegoro
bersedia berunding di kediaman residen Kedu di Magelang. Setelah perundingan
tidak menghasilkan kesepakatan, Pangeran Diponegoro ditangkap, dan dibawa ke
Semarang. Dengan menggunakan kapal “Pollux” Pangeran Diponegoro diasingkan dari
Batavia ke Manado. Pada tahun 1834 dipindahkan ke Makassar. Wafat di Makassar
pada tanggal 8 Januari 1855, dan dimakamkan di kampung Melayu-Makassar.
Peristiwa itu menandai berakhirnya Perang Diponegoro.